Sastrajendra Hayuningrat Pangruwating Diyu adalah kisah awal babad Ramayana. Bertutur tentang ilmu untuk mencapai kesempurnaan hidup yang bisa mengungkap rahasia alam semesta beserta perkembangannya.
Cerita cinta sepertinya tak pernah padam sepanjang sejarah manusia. Sepasang wanita dan pria terlibat dalam hubungan asmara, satu hal yang wajar-wajar saja,
Nafsu yang lepas kendali, telah berhasil mengalahkan pikiran jernih. Padahal Dewi Sukesi dan Wisrawa adalah manusia-manusia yang sudah punya kesadaran spiritual tinggi, masih juga bisa terkikis sifatnya yang bijak.Itulah kenapa para pinisepuh didalam setiap kesempatan selalu mengingatkan kepada kita semua supaya tetap eling lan waspada
Selama masih sebagai manusia yang berbadan fisik dan halus, selama itu pula masih bisa terjerat oleh goda yang kelihatannya manis dan enak, tetapi mengakibatkan keterpurukan.
Hubungan cinta ragawi Wisrawa dan Sukesi yang hanya dilandasi nafsu semata, menghasilkan buah yang sepadan
Dari sudut pandang spiritualitas, cerita cinta Wisrawa dengan Sukesi adalah untuk mengingatkan kepada pencari pencerahan jiwa untuk jangan terjebak kedalam berbagai nafsu yang negatif
Kalau kita sudah bisa mengendalikan berbagai macam nafsu termasuk menentramkan pikiran dan mengarahkannya kepada hal-hal yang positif, barulah rasa hati bisa meneb – diajak tentram, raga tenang, santai-heneng, kemudian rasa menjadi hening- tentram sekali.
Untuk mencapai meneb, heneng, hening, itu mudah dikatakannya, tetapi perlu latihan santai tetapi tekun untuk bisa mencapainya.Oleh karena itu, orang-orang tua zaman dulu banyak yang “nglakoni”- ngurang-ngurangi, tirakatan, dengan jalan antara lain menjalani berbagai macam laku puasa, mengurangi tidur dan sebagainya.Sebenarnya, salah satu jalan sederhana yang bisa dilaksanakan adalah menjalani urip sakmadyo- hidup sederhana, semampunya, seperti apa adanya.
Makan secukupnya, tidak perlu mewah, yang penting sehat, banyak sayur dan buah. Tidur seperlunya saja, jangan terlalu banyak, tidurlah pada waktu sudah mengantuk sekali.Tidur sebentar tetapi berkwalitas, itu yang penting. Kebanyakan tidur tidak baik untuk mereka yang ingin meningkatkan kesadaran spiritualnya. Karena dalam tidur ,orang lupa segalanya, sudah tidak sadar. Maka ada orang tua yang mengatakan bahwa tidur itu saudaranya mati. Cobalah direnungkan.
Bagi yang sudah dewasa, melakukan sanggama juga supaya pakai ukuran, jangan terlalu sering dan dilakukan hanya dengan pasangan resminya.
Selama hidup supaya bekerja dengan baik, yang positif sifatnya, suka menolong sesama, berbudi pekerti luhur dan selalu manembah kepada Tuhan Yang Maha Welas Asih.
Kalau itu semua sudah mampu dilalui, barulah punya kemampuan untuk mempelajari Sastra Jendra, pengetahuan spiritual yang tinggi tatarannya.
Kalimat Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu, inti artinya adalah : Manusia yang samadinya diterima Gusti! Sungguh sederhana maksudnya, pada saat ini, karena sekarang adalah masanya Sastra Ceta – pengetahuan yang jelas terbuka, tidak lagi ditutup- tutupi atau dirahasiakan.
Jelas sekarang maksudnya bahwa orang yang sudah menguasai Sastra Jendra adalah manusia yang telah mengetahui jati dirinya, telah ketemu dengan Pribadi Sejatinya/Higher- Self,yang telah Mengetahui Kasunyataaning Urip, Kehidupan Sejati, Realitas Kehidupan lahir batin.
Seorang spiritualis yang telah ketemu dengan Pribadi Sejatinya atau yang telah berhasil berkumpul kembali dengan pribadi Sejatinya, Higher Self-nya sehingga mengetahui rahasia kehidupan, tentu tidak akan menyia-nyiakan hidupnya didunia ini .Dengan kesadaran spiritualnya yang sejati dia akan selalu berbuat positif konstruktif, menolong sesama dan aktif memelihara planet bumi, istilah Kejawennya: Memayu Hayuning Sesama lan Buwono.
Secara harfiah arti dari “Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu” adalah sebagai berikut; Serat = ajaran, Sastrajendra = Ilmu mengenai raja. Hayuningrat = Kedamaian. Pangruwating = Memuliakan atau merubah menjadi baik. Diyu = raksasa atau lambang keburukan. Raja disini bukan harfiah raja melainkan sifat yang harus dimiliki seorang manusia mampu menguasai hawa nafsu dan pancainderanya dari kejahatan. Seorang raja harus mampu menolak atau merubah keburukan menjadi kebaikan.Pengertiannya; bahwa Serat Sastrajendra Hayuningrat adalah ajaran kebijaksanaan dan kebajikan yang harus dimiliki manusia untuk merubah keburukan mencapai kemuliaan dunia akhirat. Ilmu Sastrajendra adalah ilmu makrifat yang menekankan sifat amar ma’ruf nahi munkar, sifat memimpin dengan amanah dan mau berkorban demi kepentingan rakyat.
Asal-usul Sastra Jendra dan Filosofinya
Menurut para ahli sejarah, kalimat “Sastra Jendra” tidak pernah terdapat dalam kepustakaan Jawa Kuno. Tetapi baru terdapat pada abad ke 19 atau tepatnya 1820. Naskah dapat ditemukan dalam tulisan karya Kyai Yasadipura dan Kyai Sindusastra dalam lakon Arjuno Sastra atau Lokapala. Kutipan diambil dari kitab Arjuna Wijaya pupuh Sinom pada halaman 26;
Selain daripada itu, sungguh heran bahwa tidak seperti permintaan anak saya wanita ini, yakni barang siapa dapat memenuhi permintaan menjabarkan “Sastra Jendra hayuningrat” sebagai ilmu rahasia dunia (esoterism) yang dirahasiakan oleh Sang Hyang Jagad Pratingkah. Dimana tidak boleh seorangpun mengucapkannya karena mendapat laknat dari Dewa Agung walaupun para pandita yang sudah bertapa dan menyepi di gunung sekalipun, kecuali kalau pandita mumpuni. Saya akan berterus terang kepada dinda Prabu, apa yang menjadi permintaan putri paduka. Adapun yang disebut Sastra Jendra Yu Ningrat adalah pangruwat segala segala sesuatu, yang dahulu kala disebut sebagai ilmu pengetahuan yang tiada duanya, sudah tercakup ke dalam kitab suci (ilmu luhung = Sastra). Sastra Jendra itu juga sebagai muara atau akhir dari segala pengetahuan. Raksasa dan Diyu, bahkan juga binatang yang berada dihutan belantara sekalipun kalau mengetahui arti Sastra Jendra akan diruwat oleh Batara, matinya nanti akan sempurna, nyawanya akan berkumpul kembali dengan manusia yang “linuwih” (mumpuni), sedang kalau manusia yang mengetahui arti dari Sastra Jendra nyawanya akan berkumpul dengan para Dewa yang mulia…
Ajaran “Sastra Jendra hayuningrat Pangruwating Diyu” mengandung isi yang mistik, angker gaib, kalau salah menggunakan ajaran ini bisa mendapat malapetaka yang besar.
Bila seseorang mempelajari “Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu” berarti harus pula mengenal asal usul manusia dan dunia seisinya, dan haruslah dapat menguraikan tentang sejatining urip (hidup), sejatining Panembah (pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa), sampurnaning pati (kesempurnaan dalam kematian),Bagi sseorang yang mengimplementasikan perbuatan dalam koridor “Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu” dapat memetik manfaatnya berupa Pralampita atau ilham atau wangsit (wahyu) atau berupa “senjata” biasanya berupa rapal. Dengan rapal atau mantra orang akan memahami isi Endra Loka, yakni pintu gerbang rasa sejati, merasakan sejatinya wahana Tuhan YME. Manusia mempunyai tugas berat dalam mencari Tuhannya
Itulah inti sari dari “Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu” sebagai Pungkas-pungkasaning Kawruh. Artinya, ujung dari segala ilmu pengetahuan atau tingkat setinggi-tingginya ilmu yang dapat dicapai oleh manusia atau seorang spiritualis. Karena ilmu yang diperoleh dari makrifat ini lebih tinggi mutunya dari pada ilmu pengetahuan yang dapat dicapai dengan akal.
Demikian lah pemaparan tentang puncak ilmu yang adiluhung, tidak bersifat primordial, tetapi bersifat universal, berlaku bagi seluruh umat manusia di muka bumi, manusia sebagai mahluk ciptaan Gusti Kang Maha Wisesa, Tuhan Yang Maha Kuasa. Yang Maha Tunggal. Janganlah terjebak pada simbol-simbol atau istilah yang digunakan dalam tulisan ini. Namun ambilah hikmah, hakikat, nilai yang bersifat metafisis dan universe dari ajaran-ajaran di atas. Semoga bermanfaat
Wednesday, December 23, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment